BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (Performance
Assessment) merupakan suatu penilaian yang menitikberatkan pada
proses. Penilaian kinerja adalah penilaian yang memberi kesempatan peserta
didik menunjukkan kinerja, bukan menjawab atau memilih jawaban dari sederetan
kemungkinan jawaban yang sudah tersedia. Penilaian kinerja juga merupakan
penilaian berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas peserta didik
sebagaimana yang terjadi. Penilaian kinerja (Depdiknas dalam Sa’dijah, 2009)
dilakukan terhadap unjuk kerja, tingkah laku, atau interaksi peserta didik.
Penilaian unjuk kinerja (Akib & Wahidin, 2015: 25) merupakan suatu bentuk
penilaian otentik yang meminta peserta didik untuk mendemontstrasikan dan
mengaplikasikan pengetahuan kedalam berbagai konteks sesuai dengan kriteria
yang diinginkan.
Penilaian kinerja sebagai metode pengujian yang meminta peserta didik
untuk membuat jawaban atau hasil yang menunjukkan pengetahuan dan keahlian
mereka. Penilaian kinerja merupakan pemahaman terbaik yang dapat berupa respon
peserta didik dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks (Elloitt
dalam Sa’dijah, 2009). Penilaian kinerja digunakan untuk menilai pemikiran
tingkat tinggi dan akuisisi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang
dibutuhkan peserta didik. Grant Wiggins dalam Yaumi (2013: 188) menjelaskan
bahwa penilaian kinerja adalah suatu penilaian tentang kemampuan untuk
menampilkan pengetahuan dari suatu konteks yang sebenarnya menuju situasi
kinerja yang lebih realistis, sebagai lawan di luar konteks seperti dalam
latihan-latihan di sekolah.
Pendapat beberapa ahli (dalam Akib & Wahidin, 2015: 25) mengenai
penilaian unjuk kinerja yaitu:
1.
Corner,
menyatakan bahwa penilaian unjuk kinerja merupakan cara untuk menilai
performa peserta didik secara individual maupun kelompok setelah dilaksanakan
pembelajaran.
2.
Jalogo, berpendapat bahwa penilain kinerja merupakan cara untuk menilai
sesuatu dari berbagai sudut pandang seperti tingkatan, nilai guna, dan keunggulannya.
3.
Menurut Stiggins, penilaian unjuk kinerja adalah suatu bentuk
tes dimana peserta didik diminta untuk melakukan aktivitas khusus dibawah
pengawasan penguji (guru) yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan
tentang kualitas hasil belajar yang ditunjukkannya.
4.
Airasian, berpendapat bahwa penilaian
unjuk kinerja merupakan penilaian yang mampu membuat peserta didik memberikan
suatu jawaban atau hasil yang mendemonstrasikan dan keterampilan atau kinerja.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang
telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja
merupakan salah satu bentuk penilaian yang meminta peserta didik untuk
menunjukkan kinerja mereka. Penilaian kinerja menuntut peserta didik untuk
aktif karena yang dinilai bukan hanya produk tetapi yang lebih penting adalah
keterampilan yang mereka punya. Menurut Sa’dijah (2009), penilaian kinerja dalam matematika meliputi presentasi tugas
matematika, proyek atau investigasi, observasi, wawancara (interview), dan melihat hasil (product).
B.
Penerapan
Penilaian Kinerja
Menurut Parke (2003: 151) penilaian kinerja dapat digunakan untuk
memperoleh informasi mengenai pengetahuan matematika (mathematical knowledge),
pengetahuan strategik (strategical knowledge) dan komunikasi matematika
(mathematical communication). Pertanyaan-pertanyaan yang dapat digunakan
untuk penerapan penilaian kinerja dalam pengetahuan matematika yaitu (1) Apakah
peserta didik telah menunjukkan pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep
matematika, (2) Apakah peserta didik telah menggunakan terminologi dan notasi
matematika dengan benar, dan (3) Apakah peserta didik telah menggunakan
prosedur matematika dengan benar dan lengkap. Sedangkan dalam pengetahuan
strategik, pertanyaan yang dapat digunakan yaitu (1) Bagaimana strategi yang
digunakan peserta didik dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika, (2)
Apakah proses penyelesaian yang digunakannya sistematis dan lengkap. Dan dalam
komunikasi, pertanyaan yang dapat digunakan yaitu apakah peserta didik dapat
mengkomunikasikan penyelesaiannya dan menjelaskan strategi pemecahan yang
digunakan baik secara lisan maupun tulisan kepada guru dan peserta didik
lainnya.
Ada enam aktivitas yang mengambarkan penggunaan tugas-tugas kinerja
dalam ruang kelas (Parke, 2003: 3), yaitu:
1.
Mengeksplorasi lebih dari satu strategi,
representasi dan jawaban-jawaban,
2.
Memperbaiki respon-respon untuk
meningkatkan kualitasnya,
3.
Menggunakan kriteria yang telah
ditentukan untuk menilai kualitas respon-respon,
4.
Mengembangkan kriteria penskoran untuk
mengevaluasi kualitas respon-respon,
5.
Mengukur pengetahuan yang ada pada
peserta didik, dan
6.
Memonitor pembelajaran para peserta
didik selam instruksional.
Lebih lanjut Parke menjelaskan tujuan dari
aktivitas-aktivitas tersebut adalah untuk memberi gambaran nilai-nilai yang
harus digunakan baik bagi para guru maupun peserta didik dalam menggunakan
tugas-tugas tersebut di ruang kelas. Tidak ada urutan yang disarankan dalam
menggunakan aktivitas-aktivitas tersebut. Empat aktivitas yang pertama
melibatkan peserta didik dalam mengeksplorasi jawaban dan menjelaskan pemikiran
matematika, dan dua yang terakhir menggambarkan penggunaan tugas-tugas tersebut
oleh guru dalam membimbing instruksional. Tergantung pada tingkat kebiasaan
terhadap tugas-tugas tersebut, guru dapat memilih aktivitas-aktivitas dan
tugas-tugas yang sangat berguna bagi kebutuhan-kebutuhan para peserta didiknya
dan untuk mengembangkan program instruksionalnya sendiri. Baik peserta didik
maupun guru akan memperoleh keuntungan dari penggunaan tugas-tugas dan lembar
kerja siswa. Setiap aktivitas mendorong peserta didik untuk menjadi pemikir
refleksif dan pemecahan masalah melalui menilai dan mendiskusikan beberapa
contoh respon-respon.
Menurut Zainul (2005: 5) tugas-tugas penilaian kinerja dapat diwujudkan
dengan berbagai bentuk, diantaranya yaitu:
1. Computer
adaptive testing (sepanjang tidak berbentuk tes
objektif), yang menuntut peserta tes untuk mengekspresikan diri sehingga dapat
menunjukkan tingkat kemampuan yang nyata,
2. Tes
pilihan ganda yang diperluas, yaitu bentuk tes objektif yang dapat digunakan
apabila tes tidak sekedar memilih jawaban yang dianggap benar. Tes ini harus
menuntut peserta didik berpikir tentang alasan mengapa memilih jawaban
tersebut, sebagai jawaban yang benar,
3. Extended-response
atau
open ended question dapat juga digunakan asal tidak hanya menuntut
adanya satu jawaban “benar” yang terpola,
4. Group
performance assessment, yaitu tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik secara berkelompok,
5. Individual
performance assessment, yaitu tugas-tugas individual yang
harus diselesaikan secara mandiri,
6. Intervie,
yaitu
peserta didik harus merespon pertanyaan-pertanyaan lisan guru,
7. Nontraditional
test
items, yaitu butir soal yang tidak bersifat objektif tetapi merupakan
suatu perangkat respon yang mengharuskan peserta didik memilih berdasarkan
kriteria yang ditetapkan,
8. Observasi,
yaitu meminta peserta didik melakukan suatu tugas. Selama melaksanakan tugas
tersebut peserta didik di observasi baik secara terbuka maupun tertutup.
Observasi dapat pula dilakukan dalam bentuk observasi partisipatif,
9. Portofolio,
yaitu satu kumpulan hasil karya peserta didik yang disusun berdasarkan urutan
waktu maupun urutan kategori kegiatan,
10. Project, exhibition, or demonstration
yaitu penyelesaian tugas-tugas yang kompleks dalam suatu jangka waktu
tertentu yang dapat memperlihatkan penguasaan kemampuan sampai pada tingkatan
tertentu pula, dan
11. Short-answer
and open ended, yaitu menuntut
jawaban singkat dari peserta didik tetapi bukan memilih jawaban dari sederet
kemungkinan jawaban yang disediakan.
Penyusunan tugas membutuhkan langkah-langkah yang penting agar dapat
menyusun tugas yang baik dan cukup menggambarkan kompleksitas. Oleh sebab itu
bagi guru dibutuhkan kemampuan dan keterampilan yang baik melalui pelatihan
yang memadai. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan para guru dalam
menyusun tugas-tugas (Zainul, 2005: 12) adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi
pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik
setelah mengerjakan atau menyelesaikan tugas. Identifikasi pengetahuan dan
keterampilan tersebut meliputi jenis pengetahuan dan keterampilan yang
diharapkan dapat dilatih dan dicapai oleh peserta didik, pengetahuan dan keterampilan
bernilai tinggi untuk dipelajari, serta penerapan pengetahuan dan keterampilan
tersebut memang terdapat dalam kehidupan nyata di masyarakat. Dalam menyusun
tugas sebaiknya guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada dirinya. Tujuannya
agar peserta didik mudah dalam mempelajari dan mengerjakan tugas yang tersusun
pada task asesmen kinerja. Berikut ini ada lima pertanyaan pokok yang
dapat mengarahkan guru dalam menyusun tugas (task) yaitu:
a.
Keterampilan atau atribut kognitif
penting apakah yang saya harapkan dapat diperlihatkan oleh peserta didik?
b.
Keterampilan atau atribut afektif atau
sosial apakah yang saya harapkan dikembangkan oleh peserta didik?
c.
Keterampilan metakognitif apakah yang
saya harapkan dikembangkan oleh peserta didik?
d.
Tipe masalah yang bagaimanakah yang saya
harapkan dapat dipecahkan oleh peserta didik?, dan
e.
Konsep atau prinsip apakah yang saya
harapkan dapat diaplikasikan oleh peserta didik?
2. Merancang
tugas-tugas untuk penilaian kinerja yang memungkinkan peserta didik dapat
menunjukan kemampuan berpikir dan keterampilan. Dengan demikian tugas-tugas
tersebut dapat diselesaikan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk
belajar. Setiap tugas hendaknya memiliki kedalaman dan keluasan serta sepadan
dengan tingkat perkembangan peserta didik. Pada tingkat kemampuan tertentu
kedalaman dan keluasan tugas hampir dapat dikatakan terbatas. Sejumlah
pertanyaan dan pernyataan yang diharapkan dapat membantu dalam pengembangan
tugas-tugas penilaian kinerja yaitu:
a.
Disarankan agar peserta didik diberikan
kesempatan untuk menyelesaikan tugas sekurang-kurangnya satu minggu.
b.
Seberapa kompleks atau dalamnya tugas
yang diberikan?. Sebenarnya tidak ada batasan yang jelas, tetapi ada baiknya
jika tugas yang diberikan mulai dari yang sederhana (tetapi tetap menantang),
dan makin lama makin kompleks.
c.
Tugas-tugas yang mempunyai hubungan
dengan berbagai keterampilan seperti kemampuan berpikir (kognitif), sosial,
atau afektif harus dikerjakan terlebih dahulu. Dengan kata lain tugas-tugas
yang didasari oleh keterampilan yang lebih kompleks harus diutamakan.
d.
Prioritas harus diberikan untuk
tugas-tugas yang dapat mengangkat mutu Sekolah Dasar secara keseluruhan.
e.
Tugas-tugas hendaknya mengacu kepada
tujuan pembelajaran.
f.
Terakhir yang perlu dipertanyakan adalah
sejauh mana tugas-tugas menjadi sesuantu yang dapat dicapai dan diselesaikan
oleh peserta didik?
3. Menetapkan
kriteria keberhasilan yang akan dijadikan tolak ukur untuk menyatakan bahwa
seorang peserta didik telah mencapai tingkat mastery lintas pengetahuan
atau keterampilan yang diharapkan. Kriteria tersebut hendaknya cukup rinci,
sehingga setiap aspek kinerja yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
mempunyai kriteria tersendiri. Misalnya bila tugas berkenaan dengan kinerja
menulis, maka sebaiknya dibuat kriteia yang mengukur seluruh aspek teknik
menulis, aspek isi, aspek pengorganisasian penyajian, aspek kebahasaan, dan
lain-lain.
Zainul (2005: 13) berpendapat bahwa dalam mengembangkan tugas-tugas (task)
untuk asesmen kinerja, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Tugas-tugas
merupakan hal yang sangat biasa dalam proses pembelajaran, jadi bukan hal yang
baru. Namun demikian, agar peserta didik dapat mengerjakan tugas-tugas dengan
baik, maka tugas-tugas hendaknya disusun terstruktur dan terintergrasi didalam
proses pembelajaran.
2. Tugas
yang baik adalah tugas-tugas yang mengacu kepada kehidupan yang nyata di
masyarakat. Tugas yang demikian membutuhkan pendekatan multi disiplin, sehingga
tugas-tugas tersebut sangat dianjurkan untuk di review terlebih dahulu
oleh teman sejawat dari bidang studi yang berbeda agar cukup komprehensif.
3. Tugas
harus diberikan kepada semua peserta didik secara adil. Hal ini tidak berarti
bahwa semua peserta didik harus memperoleh tugas yang sama. Tetapi harus
dihindari pemberian tugas yang mengandung “biasa”. Tugas yang diberikan kepada
peserta didik perlu dipertimbangkan, bahwa tugas tersebut demi kepentingan
peserta didik, bukan kepentingan guru.
4. Bentuk
tugas yang terlalu “biasa saja” (sangat sederhana) mudah menimbulkan kebosanan.
Oleh sebab itu, setiap tugas harus menjadi sebuah tantangan dan dapat
menimbulkan rasa ingin tahu peserta didik. Namun demikian tidak berarti pula
bahwa tugas-tugas boleh melampaui batas kemampuan peserta didik, karena hal
tersebut dapat menimbulkan keputusasaan. Disamping itu pada setiap tugas perlu
ada petunjuk yang sangat jelas, sehingga tanpa bertanya lagi setiap peserta
didik dapat melakukan tugas tersebut. Apabila akan menetapkan asesmen kinerja,
disarankan bagi guru, disamping menyusun task (tugas-tugas) dan rubrik
(kriteria penilaian), hendaknya disusun pula “panduan pengerjaan tugas”.
C.
Rubrik
Penilaian Kinerja
Rubrik digunakan untuk menilai kualitas dari tugas-tugas yang diberikan
kepada peserta didik. Agar dapat menjaga objektivitas penilaian kinerja maka
diperlukan penetapan rubrik. Rubrik disusun berdasarkan tujuan penilaian. Dalam
melaksanakan penilaian dengan menggunakan rubrik sebaiknya peserta didik
mengetahui tentang kriteria apasaja yang akan dinilai sehingga mereka dapat memaksimumkan
kemampuan yang dimilikinya.
Andrade (dalam Zainul, 2003: 17) mendefinisikan rubrik sebagai suatu
alat penskoran yang terdiri dari daftar seperangkat kriteria atau yang harus
dihitung. Rubrik atau kriteria adalah suatu deskripsi tentang dimensi-dimensi
untuk memutuskan kinerja peserta didik, suatu skala nilai untuk menilai
dimensi-dimensi yang telah ditetapkan, dan standar untuk memutuskan kinerja
(Karin dalam Sa’dijah, 2009). Rubrik berarti hirarki dan standar yang digunakan
untuk menilai kerja peserta didik. Rubrik membantu guru menilai kinerja peserta
didik dengan lebih akurat dan objektif serta memfokuskan guru untuk menilai
kinerja, bukan peserta didiknya (Bush & Leinwand dalam Sa’dijah, 2009).
Rubrik digunakan karena tugas kinerja tidak memiliki solusi tunggal,
sehingga kinerja peserta didik tidak dapat dinilai dengan “mesin skor”, tapi
harus ditentukan oleh peserta didik itu sendiri atau peserta didik lain dalam
kelompok atau perseorangan. Penskoran dalam rubrik terdiri dari skala tetap dan
daftar karakteristik yang menggambarkan kinerja untuk masing-masing skala.
Karena rubrik menggambarkan tingkatan kinerja dari peserta didik, maka rubrik
sangat berguna bagi guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik, untuk
mengetahui apa yang peserta didik ketahui dan dapat lakukan (Marzano, 1993:
29). Dalam penilaian kinerja, guru dan peserta didik dapat menggunakan rubrik
yang sudah ada atau dapat mengembangkan rubrik sendiri. Namun untuk
mengembangkan sebuah rubrik memerlukan waktu yang cukup panjang.
Terdapat dua macam rubrik yaitu holistik dan analitik (Bush &
Leinwand dalam Sa’dijah, 2009). Rubrik holistik menggambarkan kualitas kinerja
untuk tiap level, sedangkan rubrik analitik memberikan nilai untuk komponen
tugas. Kedua tipe rubrik tersebut mempunyai keuntungan masing-masing.
Keuntungan rubrik holistik antara lain: (1) pekerjaan dinilai melaui
keseluruhan kualitas, (2) semua proses diberikan bobot yang sama, serta (3)
menekankan pada proses berpikir dan berkomunikasi dalam matematika. Sedangkan
keuntungan rubrik analitik antara lain: (1) menekankan pada cara yang berbeda
dalam menyelesaikan tugas, (2) beberapa proses dapat memberikan penekanan atau
bobot yang berbeda, (3) lebih mudah diterapkan, serta (4) dapat memberikan
sebagian kredit point.
(Mau ditulis contohnya ka?? Ada pada file
vol-4-no-2-cholis-sadijah.pdf. tabel 1,2,3 dan 4)
D.
Kelebihan
dan Kelemahan Penilaian Kinerja
Kelebihan dari penggunaan penilaian kinerja menurut Marzano (1993: 29) yaitu:
(1) Memberikan kesempatan untuk mengaplikasikan keterampilan menemukan, (2)
Memberikan peluang untuk aplikasi pertanyaan-pertanyaan yang berakhir terbuka,
(3) Mengembangkan kemampuan berfikir kritis peserta didik, (4) Memberikan bukti
mengenai apa yang dapat peserta didik lakukan, dan (5) Memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk berkreativitas. Sedangkan menurut Sa’dijah (2009), bahwa
beberapa kelebihan dari penilaian kinerja
antara lain yaitu: (1) pembelajaran dapat lebih efektif karena penilaian
kinerja terintegrasi dalam proses pembelajaran, (2) membantu peserta didik
untuk mengkomunikasikan ide, baik kepada teman-temannya maupun kepada
guru-gurunya, (3) lebih lengkap dan valid dalam menilai kemampuan peserta
didik, (4) mengembangkan pengetahuan dan keahlian peserta didik karena tidak
hanya sekedar memberikan jawaban tapi juga beserta alasannya, dan (5) jawaban
bersifat terbuka karena tidak ada jawaban benar atau salah.
Meskipun
penilaian kinerja mempunyai beberapa kelebihan, nanun tidak dapat dipungkiri
bahwa penilaian kinerja juga mempunyai kelemahan. Menurut Sa’dijah (2009),
kelemahan dari penilaian kinerja yaitu waktu yang digunakan relatif lama dan
juga adanya kecenderungan guru bersikap subjektif sehingga dikhawatirkan
penilaian kurang relevan. Sedangkan menurut Enger
& Yager (2001: 18), kelemahan dari penilaian kinerja
yaitu: (1) Tugas-tugas penilaian ini biasanya sulit untuk diselesaikan
dengan lengkap oleh peserta didik, (2) Memberikan banyak variasi performens yang
biasanya berakhir terbuka, (3) Menilai kinerja merupakan tugas yang spesifik,
(4) Perlu mengatur waktu dan kelompok dengan baik, (5) Memerlukan waktu untuk
merancang, mengimplementasikan dan mengevaluasi kinerja peserta didik, serta
(7) Sulit untuk merancang tugas dan rubrik dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar